Para aktivis PMII yang memaksa memasuki halamn kantor Dispendik Lamongan, dihadang aparat polisi, Selasa (12/1).
LAMONGAN (Kabar Klorofil) – Puluhan mahasiswa yang tergabung pada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas Islam Darul Ulum Lamongan (Unisda), kembali berunjuk rasa di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan.
Mereka menuntut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan, Bambang Kustiono, segera mundur dari jabatannya. Selasa (12/1).
Aksi itu dilakukan terkait kasus pelarangan salat berjamaah dan adzan pada siswa yang dilakukan oleh Kepala SDN Jubellor I dan II Kec. Sugio, Lamongan, beberapa waktu silam.
“Kepala Sekolah Jubellor menganggap salat berjamaah dan suara adzan menganggu aktivitas belajar mengajar pada sekolahan tersebut beberapa waktu lalu,” ungkap Korlap Aksi, Fuad Hakim.
Bentrok dengan polisi
Dalam aksi itu sempat terjadi aksi saling dorong, dan bentrok pun tak terhindarkan antara mahasiswa yang terus merangsek masuk ke kantor dinas, dengan aparat polisi yang menahan mereka.
Akibat aksi saling pukul itu dua orang aktivis PMII mulutnya berdarah dan memar di bagian leher.
Korlap aksi tersebut, Fuad Hakim, mengaku tidak terima dengan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. “Kami akan tindaklanjuti dan akan melakukan visum. Kami tidak terima dengan hal ini,” ungkapnya.
Ia menilai, aparat kepolisian sewenang-wenang dan main hakim sendiri dalam mengamankan aksi mereka di depan kantor Dinas Pendidikan Lamongan.
“Tugas dari aparat keamanan ini harusnya menjaga dari apa yang kami lakukan bukan memukuli kami. Ini sudah tidak sesuai tupoksi mereka,” tegasnya dengan emosional.
Pelarangan salat jamaah
Aksi itu dilakukan terkait kasus pelarangan salat berjamaah dan adzan pada siswa yang dilakukan oleh Kepala SDN Jubellor I dan II Kec. Sugio, Lamongan, beberapa waktu silam.
“Kepala Sekolah Jubellor menganggap salat berjamaah dan suara adzan mengganggu aktivitas belajar mengajar pada sekolahan tersebut beberapa waktu lalu,” ungkap Korlap Aksi, Fuad Hakim.
Dalam orasinya mahasiswa menilai, Kepala Dinas Pendidikan Lamongan gagal dalam menangani masalah tersebut. “Pelarangan kegiatan keagamaan di sekolah tidak bisa dianggap remeh. Kepala Dinas Pendidikan yang seharusnya menyelesaikan masalah ini, terkesan meremehkan dan kasus ini diangap angin lalu,” sindirnya.
Fuad selaku Korlap menyatakan, pada tahun 2015 lalu, sebenarnya telah dilaksanakan mediasi di kantor
Bakesbangpol yang dihadiri oleh Kepala SDN Jubellor yang merangkap PLT Kepala Sekolah Jubellor I dengan guru PAI SDN Jubellor I dan II yang telah bersepakat untuk islah dan saling memaafkan kesalahan masing-masing.
“Akan tetapi dalam perkembangannya kesepakatan tersebut diingkari oleh Kepala Sekolah, serta mengancam dua guru untuk menghentikan jam mengajar di SDN tersebut,” jelasnya.
Disamping menuntut Kadiknas Lamongan mundur dari jabatanya, para aktivis PMII ini juga meminta untuk mencopot Kepala Dinas SDN Jubellor I dan II. “Kami juga minta kasus itu diselesaikan serta status dua guru agama di SDN Jubellor I dan II yang dipecat secara sepihak untuk dikembalikan semula pada tugas dan fungsinya sebagai guru pengajar agama,” pungkasnya.
Kandam, Kabid Dikmenjur Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan, saat hendak diwawancarai awak media, justru kabur. “Jangan saya, mengenai hal itu bukan kewenangan saya untuk memberikan komentar,” dalihnya.
Aksi mahasiswa ini mendapat kawalan ketat petugas kepolisian Polres Lamongan. Aktivis PMII juga menggelar teatrikal yang menggambarkan dan menceritakan kasus tersebut.